Rabu, 21 April 2010

FISIOTERAPI PADA EMFISEMA



Banyak orang dapat mencapai umur tua dengan kesehatan baik, tetapi jalan kehidupannya sering disertai oleh berbagai macam penyakit. Salah satu penyakit usia lanjut adalah emfi- sema yang sering disertai bronkhitis menahun atau penyakit infeksi lain. Penyakit ini adalah suatu penyakit menahun yang prosesnya progresif, kebanyakan diderita oleh orang setengah umur atau lebih; lebih sering pada laki-laki. Pada pemeriksaan klinis, penderita nampak cemas, tegang, mudah lelah dan batuk-batuk (berlendir dan tanpa lendir), napas pendek dangkal dan terengah-engah, sehingga dapat mengganggu aktifitas sehari-hari penderita.

ANATOMI DAN FISIOLOGI PERNAPASAN
Jalan pernapasan yang menghantarkan udara ke paru-paru adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus dan bronkhiolus. Saluran pernapasan dari hidung sampai bronkhiolus dilapisi oleh membran mukosa bersilia. Ketika udara masuk melalui rongga hidung, maka udara disaring, dihangatkan dan di- lembabkan. Laring terdiri dari satu cincin tulang rawan yang di- hubungkan oleh otot-otot dan mengandung pita suara. Di antara pita suara terdapat ruang berbentuk segitiga yang bermuara ke dalam trakea, disebut glotis yang merupakan pemisah antara saluran pernapasan atas dan bawah.



Trakea disokong oleh cincin tulang bronkus trakeobron- khial. Tempat percabangan trakea menjadi cabang utama bronkus kiri dan kanan dinamakan karina yang banyak mengandung saraf dan dapat menyebabkan bronkhospasme bila saraf tersebut rusak. Bronkus terdiri dari dua, yaitu bronkus kanan dan kiri. Bronkus kanan lebih pendek, lebih besar dan merupakan lanjutan trakea yang arahnya hampir vertikal. Sebaliknya bronkus kiri lebih panjang, lebih sempit dan merupakan lanjutan trakea dengan sudut yang lebih lancip. Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi segmen lobus, kemudian menjadi segmen bronkus Percabangan ini terus menerus sampai cabang terkecil yang disebut bronkhiolus terminalis yang merupakan cabang saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveolus. Di luar bronkhiolus terminalis terdapat asinus yang me- rupakan unit fungsional paru-paru, tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari bronkhiolus rerpiratorius yang memiliki kantong udara kecil atau alveoli yang berasal dari dinding mereka. Duktus alveolaris yang seluruhnya dibatasi oleh alveolus dan sakus alveolaris terminalis merupakan struktur akhir paru. Paru-paru merupakan organ elastis berbentuk kerucut yang terdapat dalam rongga dada. Kedua paru-paru saling terpisah oleh mediastinum sentral yang mengandung jantung dan pembuluh darah besar. Setiap paru mempunyai apeks dan basis. Arteri pulmonalis dan darah arteria bronkhiolus, bron- kus, saraf dan pembuluh limphe masuk pada setiap paru pada bagian hilus dan membentuk akar paru. Paru kanan lebih besar dari pada paru kiri, dibagi menjadi tiga lobus oleh fisura interlobaris; paru kiri dibagi menjadi dua lobus, yang terbagi lagi atas beberapa segmen sesuai dengan segmen bronkhus. Suplai darah ke paru-paru bersumber dari arteria bron- khialis dan arteria pulmonalis. Sirkulasi bronkhial menyedia- kan darah teroksigenasi dari sirkulasi sistemik dan berfungsi memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan paru. Arteria pulmonalis yang berasal dari ventrikel kanan mengalirkan darah vena campuran ke paru-paru di mana darah tersebut mengambil bagian dalarn pertukaran gas. Jalinan kapiler paru halus yang mengitari dan menutupi alveolus merupakan kontak yang diperlukan untuk proses pertukaran gas antara alveolus dan darah. Darah yang teroksigenasi kemudian di- kembalikan melalui vena pulmonalis ke ventrikel kiri yang kemudian membagikannya kepada sel-sel melalui sirkulasi sistemik. Dasar mekanika pernapasan dari rongga dada adalah inspirasi dan ekspirasi yang digerakkan oleh otot-otot per- napasan. Ketika dada membesar karena aksi otot-otot inspirasi, maka kedua paru mengembang mengikuti gerakan dinding dada. Dengan mengembangnya dada, udara masuk melalu saluran pernapasan ke alveoli. Pengembangan rongga dada menyebabkan saluran udara lebih lebar, sehingga lebih banyak udara yang masuk ke alveoli. Pada waktu otot-otot inspirasi rileks, maka ekspirasi mengambil alih; penurunan volume rongga dada bersama- sama dengan recoil jaringan elastis kedua paru menghasilkan pengeluaran udara. Otot-otot yang bekerja pada inspirasi normal adalah otot diafragma dan eksternal intercostal. Pengajaran pernapasan terutama tergantung pada kontrol gerakan iga dan pernapasan ditekankan pada tempat iga yang bergerak dari daerah paru yang mengisap udara. Pada prinsipnya gerakan dinding dada dibagi tiga bagian yang pola gerakannya berbeda-beda, yakni:
Dinding dada bagian atas dan sternum mempunyai gerakan ke atas dan ke depan pada inspirasi dan kembali ke posisi semula pada ekspirasi, Dinding dada bagian tengah mempunyai gerakan ke samping dan ke depan pada inspirasi dan kembali ke posisi semula pada ekspirasi dan Dinding dada bagian bawah mempunyai gerakan ke samping dan terangkat selama inspirasi dan kembali ke posisi semula pada ekspirasi.

PATOFISIOLOGI EMFISEMA
Emfisema adalah gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai oleh pelebaran ruang udara (alveolus) dalam paru-paru disertai destruksi jaringan . Ada tiga faktor yang memegang peran dalam timbulnya emfisema yaitu :
Kelainan radang bronchus dan bronchiolus yang sering disebabkan oleh asap rokok, debu industri. Radang peribron- chiolus disertai fibrosis menyebabkan iskhemia dan parut sehingga memperluas dinding bronchioles. Kelainan atrofik yang meliputi pengurangan jaringan elastik dan gangguan aliran darah; hal ini sering dijumpai pada proses menjadi tua. Obstruksi inkomplit yang menyebabkan gangguan pertukaran udara; hal ini dapat disebabkan oleh perubahan dinding bronchiolus akibat bertambahnya makrophag pada penderita yang banyak merokok. Insiden emfisema meningkat dengan disertai bertambah- nya umur.

Ada dua bentuk emfisema yaitu :
1. Sentrilobular ditandai oleh kerusakan pada saluran napas bronkhial yaitu pembengkakan, peradangan dan penebalan dinding bronkhioli. Perubahan ini umumnya ter- dapat pada bagian paru atas. Emfisema jenis ini biasanya bersama-sama dengan pe- nyakit bronkhitis menahun, sehingga fungsi paru hilang perlahan-lahan atau cepat tetapi progresif dan banyak meng- hasilkan sekret yang kental.
2. Emfisema Panlobular berupa pembesaran yang bersifat merusak dari distal alveoli ke terminal bronkhiale. Pem- bendungan jalan udara secara individual disebabkan oleh hilangnya elastisitas recoil dari paru atau radial traction pada bronkhioli. Ketika menghisap udara (inhale), jalan udara ter- ulur membuka, maka kedua paru yang elastis itu membesar; dan selama menghembuskan udara (ekshalasi) jalan udara me- nyempit karena turunnya daya penguluran dari kedua paru itu. Pada penderita emfisema panlobular, elastisitas parunya telah menurun karena robekan dan kerusakan dinding se- keliling alveoli sehingga pada waktu menghembuskan udara keluar, bronkhiolus mudah kolaps. Akibatnya fungsi pertukar- an gas pada kedua paru tidak efektif. Dalam klinis penyakit emfisema dan bronkhitis menahun tidak jarang terdapat bersama-sama, dan bila sendiri-sendiri sukar dibedakan satu sama lain; kedua penyakit tersebut mempunyai tanda khas yang menyolok yaitu penurunan fungsi pernapasan akibat bendungan total bronkhus bronkhiolus, sehingga penyakit ini disebut COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease) atau COLD (Chronic Obstructive Lung Disease).


PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI

Penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi ini mengikuti prosedur fisioterapi yaitu :

1) Pemeriksaan fisioterapi yang terdiri atas :
• Anamnesis Umum : Identitas penderita ,
• Anamnesis Khusus : Keluhan utama, lokasi keluhan utama, ciri/bentuk keluhan utama, berapa lama keluhan terjadi, hambatan gerak, jumlah produksi sputum keluar dalam sehari, posisi saat serangan timbul serta riwayat perjalanan penyakit.
• Inspeksi statis dan dinamis : melihat bentuk tubuh pasien, bentuk thoraks, pola pernapasan, gerakan thoraks serta akti- vitas yang tidak dapat dilakukan oleh penderita; dan pe- meriksaan kekuatan otot ekspirasi dan inspirasi.
• Pemeriksaan fungsi dasar : Pemeriksaan ini dikhususkan pada gerakan thorakal berupa gerakan aktif dan pasif serta pengembangan costovertebra.
• Pemeriksaan spesifik : Tes fremitus suara, Tes pe- ngembangan thorax, Tes Pump Handle Movement dan Bucket Handle Movement, Paradoxical breathing, Tes ventilasi (meniup lilin), Tes spirometer, Tes palpasi, perkusi, auskultasi dan vital sign, pemeriksaan sputum.
2) Problematik Fisioterapi. Berdasarkan patofisiologi emfisema, maka problematik fisioterapi yang dapat terjadi adalah :
• Batuk produktif disertai sputum yang meningkat .
• Gangguan pernapasan.
• Gangguan pengembangan thorax .
• Kelemahan otot-otot pernapasan.
• Spasma/tegang otot-otot leher.

3) Pelaksanaan Fisioterapi. Tujuan umum dan rencana pengobatan kondisi emfisema ialah sebagai berikut :
• Membantu mengeluarkan sputum dan meningkatkan efi- siensi batuk.
• Mengatasi gangguan pernapasan pasien.
• Memperbaiki gangguan pengembangan thoraks.
• Meningkatkan kekuatan otot-otot pernapasan.
• Mengurangi spasme/ketegangan otot-otot leher pasien.

4) Penerapan Modalitas Fisioterapi
1. Postural Drainage adalah salah satu teknik membersihkan jalan napas akibat akumulasi sekresi dengan cara penderita di atur dalam berbagai posisi untuk mengeluarkan sputum dengan bantuan gaya gravitasi. Tujuan postural drainage ini adalah mengeluarkan sputum yang terkumpul dalam lobus paru, mengatasi gangguan pernapasan dan meningkatkan efisiensi mekanisme batuk. Teknik postural drainage ini dikombinasikan dengan deep breathing, deep coughing, perkusi, dan vibrasi.
2. Breathing Exercises, dikerjakan dalam berbagai posisi oleh karena distribusi udara dan sirkulasi paru bervariasi dalam hubungannya dengan posisi dada Dasar pelaksanaannya yaitu mulai dengan menarik napas melalui hidung dengan mulut tertutup, kemudian meng- hembuskan napas melalui bibir dengan mulut mencucur (seperti posisi meniup) Posisi yang dapat digunakan adalah tidur terlentang dengan kedua lutut menekuk atau kaki ditinggikan, duduk di kursi atau di tempat tidur, dan berdiri. Adapun tujuan latihan ini adalah memperbaiki ventilasi alveoli, menurunkan pekerjaan pernapasan, meningkatkan efisiensi batuk, mengatur kecepatan pernapasan, mendapatkan rileksasi otot-otot dada dan bahu dalam sikap normal dan memelihara pergerakan dada.
3. Latihan Batuk, merupakan cara yang paling efektif untuk mem- bersihkan laring, trakea dan bronkhioli dari sekret dan benda- benda asing. Untuk memudahkan batuk yang efektif, posisi penderita duduk di tepi tempat tidur, membungkuk ke depan untuk memudahkan kontraksi otot dinding perut dan otot-otot dada sehingga timbul tekanan intraabdominal dan intratorakal yang besar. Selain itu posisi penderita dapat juga setengah duduk, tidur miring dengan bagian dada ditinggikan dan kedua lutut ditekuk. Tekniknya ialah : (1) Tarik napas pelan dan dalam dengan menggunakan pernapasan diafragma (2) Tahan napas beberapa saat (dua detik). 3) Batukkan dua kali dengan mulut sedikit terbuka dengan cara kontraksi dinding perut keras-keras dan membungkuk ke depan, suara batuk harus dalam. Batuk pertama akan melepas- kan sekret dari tempatnya dan batuk kedua akan mendorong keluar mukus tersebut. Tarik napas pelan dengan dengusan ringan, sebab bila menarik napas keras sesudah batuk dapat menyebabkan batuk kembali dan dapat mendorong mukus ke dalam paru lagi. Atur dalam berbagai posisi untuk mengeluarkan sputum dengan bantuan gaya gravitasi. Tujuan postural drainage ini adalah mengeluarkan sputum yang terkumpul dalam lobus paru, mengatasi gangguan pernapasan dan meningkatkan efisiensi mekanisme batuk. Teknik postural drainage ini dikombinasikan dengan deep breathing, deep coughing, perkusi, dap vibrasiLatihan Mobilisasi ini dilakukan secara perlahan-lahan dan teratur dalam posisi duduk, tidur terlentang dan berdiri sesuai dengan kemampuan penderita, yaitu :
4. Latihan Releksasi. Secara individual penderita sering tampak cemas, takut karena sesak napas dan kemungkinan mati lemas. Dalam ke- adaan tersebut, maka latihan relaksasi merupakan usaha yang paling penting dan sekaligus sebagai langkah pertolongan. Adapun tujuan latihan ini adalah memperbaiki ventilasi alveoli, menurunkan pekerjaan pernapasan, meningkatkan efisiensi batuk, mengatur kecepatan pernapasan, mendapatkan rileksasi otot-otot dada dan bahu dalam sikap normal dan memelihara pergerakan dada. Latihan relaksasi yang dapat digunakan adalah metode Yacobson, contohnya : penderita ditempatkan dalam ruangan yang hangat, segar dan bersih, kemudian penderita ditidurkan terlentang dengan kepala diberi bantal, lutut ditekuk dengan memberi bantal sebagai penyangga.



KEPUSTAKAAN
Sutisna Himawan, Kumpulan Kuliah Patologi, FKUI Jakarta: 1973. 2. Basmajian JV Therapeutic Exercises, Ed. 3. Baltimore: Williams & Wilkins, 1978. Tekniknya ialah : 3. Kisner C, Colby LA. Therapeutic Exercises, ed. 2. Philadelphia: Davis FA, 1985. 1) Tarik napas pelan dan dalam dengan menggunakan pernapasan diafragma. 4. Delph MH, Manning RT. Diagnosis Fisik, ed IX Jakarta: EGC, 1986. 5. Magee JD. Orthopedic Physical Assessment. WB Saunders Co, 1987. 2) Tahan napas beberapa saat (dua detik). 6. Price SA, Wilson L McC. Patofisiologi, Konsep Klinik Proses-proses Penyakit, ed 2 Bag 1. Jakarta: EGC, 1992. 3) Batukkan dua kali dengan mulut sedikit terbuka dengan cara kontraksi dinding perut keras-keras dan membungkuk ke depan, suara batuk harus dalam. Batuk pertama akan melepas- kan sekret dari tempatnya dan batuk kedua akan mendorong keluar mukus tersebut. 7. Purnawan Junadi et al. Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, FKUI, 1982. 8. Myers RS. Saunders Manual of Physical Therapy Practice. Philadelphia, London: 1995. 9. Soekarno. Fisioterapi Pada Emfisema, TITAFI IV, Surabaya: 1998

1 komentar:

angkutanbandung mengatakan...

mantap artikelnya,
salam fisioterapi
JAringan Fisioterapi Indonesia
www.nurazri.com

Posting Komentar