Rabu, 19 Mei 2010

ASPARTAM dan MSG...berbahayakah ?

Aspartam atau Aspartil Phenilalanin Metil ester (APM) -- rumus kimianya C14H18N2O5 -- adalah jenis pemanis rendah kalori, biasa dipakai dalam berbagai makanan dan minuman rendah kalori, termasuk pemanis pengganti gula pasir. Aspartam terbuat dari dua asam amino, yaitu asam aspartat dan fenilalanin sebagai metal ester, yang juga bisa ditemukan secara alami pada protein makanan seperti daging, padi dan berbagai produk susu. Aspartam memiliki tingkat kemanisan sebesar 60 hingga 220 kali tingkat kemanisan sukrosa, dan nilai kalorinya sebesar 0,4 kkal/g.





Monosodium glutamate (MSG) adalah garam natrium dari asam glutamate (asam amino), memiliki rasa agak manis atau asin, diproduksi melalui proses fermentasi alami yang menggunakan molasses dari gula tebu atau gula bit. Fungsi MSG antara lain sebagai penguat rasa (flavor enhancer) dan umami (gurih, meaty taste dan rasa seperti kaldu). Menurut Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Dra. Kustantinah Apt.M.App.Sc bahwa hingga kini belum ada bukti ilmiah yang sahih tentang kajian yang menyatakan bahwa aspartam ataupun MSG dapat merusak jaringan otak dan ginjal, sehingga bisa dikategorikan menjadi bahan berbahaya.





Hasil kajian Joint WHO/FAO Expert Committee on Food Additives (JECFA) menunjukkan, kedua bahan tambahan pangan tersebut aman dikonsumsi oleh manusia.
Aspartam mengandung Acceptable Daily Intake (ADI) 40 mg/kg berat badan. ADI atau asupan harian yang bisa diterima adalah jumlah maksimum bahan tambahan pangan dalam satuan miligram per kilogram berat badan yang dapat dikonsumsi setiap hari selama hidup, tanpa menimbulkan efek merugikan terhadap kesehatan. Badan POM telah menetapkan batas maksimum pemakaian aspartam dalam berbagai jenis pangan, dengan memperhitungkan ADI, sehingga aman untuk dikonsumsi. Sementara MSG dapat digunakan sebagai penguat rasa dalam berbagai jenis pangan, dengan batas maksimum penggunaan secukupnya, sesuai dengan keperluan untuk menghasilkan efek yang diinginkan.

Pemakaian aspartam dalam pangan telah diatur dalam Keputusan Kepala Badan POM Nomor HK. 00.05.5.1.4547 Tahun 2004 tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan Dalam Produk Pangan. Disebutkan, aspartam dapat digunakan sebagai pemanis buatan dalam berbagai jenis pangan dengan batas maksimum bervariasi antara 300 – 10000 mg/kg, hingga secukupnya tergantung dari jenis pangannya. Contoh, aspartam untuk minuman berkarbonasi dapat dipakai dengan batas maksimum 600 mg/kg. Begitu pula dengan MSG, telah diatur dalam Permenkes RI 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Pangan.
Untuk tingkat internasional, aspartam dan MSG masih termasuk jenis bahan tambahan pangan yang diatur dalam Codex stan 192-1995 Rev. 10 Tahun 2009, yang merupakan standard dan dikeluarkan oleh Codex Alimentarius Commission, yaitu lembaga internasional yang ditetapkan FAO/WHO untuk melindungi kesehatan konsumen, serta menjamin bagi terwujudnya perdagangan yang jujur.

Dalam melakukan pengawasan, Badan POM menggunakan sistem pengawasan yang komprehensif, sejak awal proses suatu produk pangan sampai produk tersebut beredar di masyarakat. Untuk meminimalkan risiko yang mungkin terjadi, maka dilakukan SISKOM tiga lapis. Pertama, sub sistem pengawasan produsen. Pengawasan internal dilakukan oleh produsen melalui pelaksanaan cara-cara produksi yang baik (good manufacturing practice). Secara hukum, produsen bertanggung jawab atas mutu dan keamanan produk yang dihasilkannya. Apabila terjadi penyimpangan, maka pihak produsenlah yang terkena sanksi administrasi maupun projustisia.

Kedua, sub sistem pengawasan konsumen. Peran masyarakat konsumen sangat menentukan di sini. Melalui peningkatan kesadaran dan peningkatan pengetahuan mengenai kualitas produk yang dipakai dan cara-cara penggunaan produk yang rasional. “Jadi, kalau dalam kemasan tertulis hanya boleh diminum tiga saset dalam sehari, jangan minum sampai empat atau lima saset. Apapun yang diminum atau dimakan secara berlebihan, akan tidak baik jadinya,”jelas Ibu Kustantinah. Dengan kata lain, masyarakatlah yang mengambil keputusan untuk membeli dan menggunakan suatu produk.

Ketiga, sub sistem pengawasan Pemerintah/Badan POM. Melalui pengaturan dan standarisasi, pemerintah melakukan pengawasan. Antara lain, melakukan penilaian keamanan pangan sebelum diizinkan beredar di pasar. Ini disebut juga pengawasan premarket. Juga melakukan inspeksi berupa pengambilan sampel yang beredar di pasar (pengawasan postmarket), dan pengujian laboratorium produk yang beredar, serta peringatan kepada publik yang didukung penegakan hukum. Untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan konsumen terhadap mutu dan keamanan produk, pemerintah melakukan komunikasi, memberikan informasi dan edukasi.

Baru-baru ini, Badan POM dan Kementerian Pendidikan Nasional membuat kesepakatan dalam rangka program pembinaan keamanan pangan Pusat Jajanan Anak Sekolah (PJAS). Tujuannya adalah untuk memberdayakan siswa sekolah dalam pembinaan keamanan PJAS, dan menata kantin sekolah menjadi kantin sehat sekolah. Kontribusi yang diberikan Badan POM antara lain, penyuluhan kepada para guru, komite sekolah dan pejabat Diknas setempat, pendistribusian materi promosi keamanan pangan berupa poster, leaflet, serta demo rapid test pengujian formalin, boraks, dan rhodamin B.

Pelaksanaan program pembinaan dan keamanan PJAS sudah mencapai 33 propinsi yang mencakup 288 sekolah (SD, SMP, SMA/SMK), dan hanya 128 sekolah berhasil memenuhi persyaratan. Sedangkan dari sampel jajanan yang diteliti secara random, hasilnya lebih dari 50 persen mengandung bahan berbahaya. Namun, setelah Badan POM aktif melakukan penyuluhan, turun hingga kini masih sekitar 24 persen jajanan yang beredar masih berbahaya. Oleh karena itu, produsen rumahan dimohon untuk meningkatkan kesadarannya, yaitu dengan cara menghindari pemakaian bahan tambahan pangan yang berbahaya bagi kesehatan.

Untuk pengawasan, difokuskan pada bahan berbahaya seperti, Formalin, Borax, Rhodamin B, Methanyl Yellow, Arsen, Sianida, Residu Pestisida, dan juga pengawasan parsel lebaran/natal yang mungkin saja sudah kadaluarsa



Sumber : Media Komunikasi Hermina

0 komentar:

Posting Komentar