Minggu, 20 Juni 2010

WILLIAM FLEXION EXERCISE

William Flexion Exercise adalah salah satu bentuk latihan yang bertujuan mengurangi nyeri punggung bawah. Caranya adalah dengan menguatkan ( strengthening ) otot-otot abdomen dan gluteus maksimus, serta mengulur ( stretching ) otot-otot ekstensor punggung. Bentuk latihannya berupa fleksi lumbosakral. Untuk dapat diaplikasikan dengan tepat, maka syaratnya adalah : (1) latihan setiap hari dan (2) tidak melebihi batas nyeri.

Bentuk gerakan intinya adalah :
  1. Pasien tidur terlentang di tempat tidur atau di lantai dengan matras, sebaiknya alas yang dipakai agak keras. Terapis meltakkan tangannya di bawah lumbal. Pasien diminta untuk menekan tangan terapis tersebut dengan mengkontraksikan otot abdomen.

  2. Posisi dan gerakan masih sama seperti yang pertama, hanya saja pasien diminta untuk mengangkat kepalanya ( melihat kakinya sendiri ).

  3. Posisi masih tidur terlentang. Minta pasien untuk mengangkat kepala dan menekuk salah satu tungkainya ke arah dada dan dipegangi sendiri dengan kedua tangannya. Menekuknya tungkai pasien ke dada harus dengan kontraksi otot abdomen, bukan karena ditarik tangan pasien.

  4. Masih sama dengan gerakan ke-3, hanya saja kali ini dengan kedua tungkai ditekuk ke arah dada bersamaan.

  5. Posisi pasien seperti akan melakukan start lari. Di mana dada didekatkan ke paha dengan mengkontraksikan otot abdomen.

  6. Pasien berdiri tegak dengan bersandar pada dinding, di mana salah satu tungkai lebih ke depan dan salah satu lagi di belakang. Minta pasien untuk berjalan, setiap kali melangkah berat badan dipusatkan pada kaki yang di depan.



Sumber : Materi Kuliah Akademi Fisioterapi Surakarta

PLASTISITAS

PLASTISITAS adalah kemampuan atau kapasitas dari sistem saraf pusat untuk beradaptasi terhadap kebutuhan fungsional. Pada sebuah penelitian terhadap otak, otak yang mengalami kerusakan dapat terjadi recoveri ( pemulihan ) jika otak tersebut diberikan stimulasi.

Kategori recoveri saraf pusat :
  1. DIASCHISIS / NEURAL SHOCK / SPINAL SHOCK : jika satu bagian otak mengalami lesi, maka tempat-tempat di sekitar lesi mengalami gangguan fungsi. Sebenarnya pemulihan terjadi pada tempat-tempat yang tidak mengalami lesi. Sifat kelumpuhan pada fase ini ialah flaccid.

  2. DENERVATION SUPERSENSITIVITY : bila pada salah satu serabut saraf rusak, maka serabut saraf yang masih baik akan mengambil alih fungsi serabut saraf yang rusak.

  3. SILENT SYNAPSIS RECRUITMENT : bila synapsis utama rusak, maka synapsis yang tersembunyi fungsinya akan dioptimalkan.

  4. AXONAL REGENERATION : ada 2 synapsis, jika salah satu mengalami lesi, maka akan melakukan regenerasi ke synapsis yang masih baik serta mengalihkan fungsinya ke synapsis yang ditumpangi.

  5. COLLATERAL SPROUTING : jika salah satu synapsis rusak, maka fungsinya diambil alih oleh synapsis yang masih baik.


Faktor yang mempengaruhi recoveri :
  1. USIA : semakin muda semakin cepat recoverinya.
  2. MATURITAS : semakin matang fungsi otak, maka kemampuan recoveri semakin baik.
  3. UKURAN LESI : semakin luas menyebabkan gejala lebih berat dan masa pemulihan lebih lama.
  4. AREA LESI : bila lesi tidak berada di daerah yang vital, maka tidak menimbulkan gejala yang berat.
  5. PERJALANAN LESI : jika lesi terjadi secara seketika, maka otak sulit untuk melakukan recoveri.
  6. PEMAKAIAN / ADANYA STIMULASI : jika salah satu bagian otak lesi, maka organ yang diatur olehnya bisa digunakan untuk memberikan stimulasi dengan pola gerak tertentu.
  7. PENGALAMAN : memberikan stimulasi pada otak yang berbentuk kebiasaan.
  8. LINGKUNGAN : bila penderita lesi otak sering dibantu, maka akan memperlambat recoveri.

Sumber : Materi kuliah Akademi Fisioterapi Surakarta